Selasa, 17 September 2013

Stay With Us -part2

Pelajaran yang paling aku suka adalah olah raga. Kalau bermain bola, aku satu-satunya perempuan yang ikut bermain bersama laki-laki. Yang lainnya hanya menonton sambil memanggil Sam, Daniel dan Fransis, dasar centil. Nina dan Sarah mereka memang tidak suka bola dan mereka juga tidak suka Sam, Daniel dan Fransis. Jadi mereka ke kantin untuk menenangkan diri dari suara yang membuat telinga mereka tuli. Kebetulan sekali jadwal hari ini olah raga dan pelajarannya adalah berenang, olah raga yang paling disukaiku. Aku, Nina dan Sarah sangat suka berenang, jadi kita cepat-cepat menuju kolam renang sebelum yang lain. Guru memberi perintah untuk pemanasan terlebih dahulu dengan peluit. Saat guru meniup peluit aku ke kamar mandi untuk buang air kecil, jadi aku tidak ikut pemanasan. Sebetulnya aku lupa bila ada pemanasan terlebih dahulu, jadi aku langsung loncat masuk ke kolam renang. Saat guru bilang siap-siap dan berenang gaya bebas, aku langsung bersiap-siap. “Ayo Lara! Kau pasti bisa!”. Yang berenang memang perempuan duluan, saat perempuan Free Time, laki-laki baru berenang. “Iya Sam! Aku pasti menang!” balasku sambil tersenyum. Saat di tempat yang dalam, kakiku kram, tolong! Tolong!. “Tolong! Tolong! Tolong!”. Semuanya gelap begitu saja. Aku merasa sesuatu ditanganku, ada yang memegangku. Apakah itu Ibu? Atau Ayah?. Aku membuka mataku, terang, lampu begitu silau dikedua mataku. “Uh.. dimana ini?” kataku pelan. “Lara! Kau sudah bangun, oh syukurlah…” ia mengusap pipinya. “Siapa kau? Berani beraninya kau memegang tanganku” kataku marah. Siapa dia? Aku tidak kenal dengannya. “Ini aku! Adikmu, Travis! Travis!” teriakannya sungguh bersahabat diteligaku. “Hei, Travis, biarkan saja, dia mengalami amnesia, kata dokter ia bisa ingat kembali setelah 5 atau 10 menit kemudian.”. “Baiklah Sam”. “Siapa lagi kau?”. “Nanti juga kau akan ingat. Lebih baik kau tidur dahulu.”. Baiklah, aku tidur. “Uh, Travis, apa itu kau?”. “Akhirnya kau sadar Lara! Aku khawatir sekali” balasnya senang. “Jangan bilang kau menangis ya, hahaha” kataku. “Sudah ku bilang Travis, dia pasti akan ingat kembali.”. “Hai Sam, sebetulnya, kenapa aku disini?” “Kau tenggelam, mungkin karena tidak pemanasan jadi kakimu kram dan yang paling parahnya kau tenggelam di tempat yang dalam, anak nakal!” Sam memukul pelan kepalaku. “Lalu?” tanyaku. “Kau diselamatkan oleh Daniel, Daniel! Sebetulnya aku yang mau menyelamatkanmu, tapi aku lihat Daniel sudah loncat ke dalam koram renang dan membawamu naik ke atas. Awalnya, kau dibawa ke UKS untuk diobati, namun perawatmu khawatir karena kau tidak bangun, jadi kau dibawa ke rumah sakit.” Lanjut Sam. “Memangnya ada apa dengan Daniel?” tanyaku jengkel. “Hei, berterima kasihlah kepadaku jangan malah sebal denganku”. “Sejak kapan kau ada di situ?” tanyaku. “Sejak kau ke rumah sakit, aku langsung meminta ijin ke guru untuk mengantarmu”. “Menyebalkan, makasih”. ᴥᴥᴥ “Lara, kau taukan kalau nanti akan ada pertujukkan drama?” tanya Fransis. Entah sejak kapan aku menjadi akrab dengan Daniel dan Fransis, mungkin karena tenggelam itu. “Iya tau, memangnya kenapa?”. Tapi sikapku masih saja dingin. “Kau kan ketua kelas, harusnya kau yang mengatur semuanya, Lara!”. “Daniel tenanglah” kata Sam menenangkan. “Memangnya kau siapa, Daniel?! Menyuruhku seenaknya saja” amarahku melunjak. Entah kenapa aku masih sebal dengan sikap Daniel. Ia hanya bisa membuatku tambah tidak bahagia. Braak! Sam memukul meja. Memang, kalau Sam sudah melihat aku bertengkar dengan Daniel, amarahnya lebih besar dariku, tatapan matanya menjadi tajam, seram. “Baiklah, maafkan aku. Jadi, bagaimana Lara?” kata Daniel meminta maaf. “Terserah. Lebih baik tanya anak-anak dan dipilih apa yang paling banyak” kataku. Daniel maju kedepan, “Drama pertunjukkan kita judulnya mau apa?”. “Putri Salju atau Cinderella?” salah satu anak memberi pilihan. “Biar gampang, kita pilih dua ini saja. Siapkan kertas dan tulis pilihan kalian” kata Daniel. Putri Salju = 12 Cinderella = 18 “Drama pertujukkan kelas ini adalah Cinderella, silahkan kalian tunjuk siapa yang akan jadi Cinderella dan pangerannya”. Daniel itu adalah wakil ketua, jadi aku dan dia harus berusaha berkerja sama. “Lara saja yang jadi Cinderellanya dan Daniel jadi pengerannya!” Sarah mengajukan usul. “Eh, eh, tunggu, tunggu. Mengapa aku? Di sini masih banyak yang jauh lebih cantik dariku. Ayolah, aku tidak menyukainya, aku tidak berdoa untuk menjadi Cinderella. Mengapa aku!?” kataku marah. “Kenapa harus aku jadi pangerannya?” kata Daniel. “Diam, siapa yang setuju dengan pendapat Sarah?” kata Sam. Di kelasku kebanyakkan laki-laki, jadi semua laki-laki dikelasku setuju dengan pendapat Sarah, sedangkan perempuan hanya bisa merengek ingin jadi Cinderella. Aku tidak senang, aku ingin marah tapi tak ada gunanya kalau semuanya sudah setuju. Sepanjang hidupku, aku belum pernah memakai gaun yang ketat dan jalan harus seperti putri, rasanya itu menjijikan. Saat pertunjukkanpun tiba, aku sangat gugup. “Lara, ayo aku make up dulu wajahmu!”. Apa? Make up? Aku paling benci sama yang namanya ‘MAKE UP’. “I..iya”. Make up sudah, sekarang apa?. Penata rambut memanggilku, uh aku tidak suka dipanggil-panggil. “Poniku jangan diambil ya!” kataku. Poniku panjang, aku tidak percaya diri kalau mukaku terlihat jelas, matakupun tertutup. “Selesai!”. Akhirnya, aku sangat tidak bisa membela diri pada saat seperti ini. Tidak, aku lupa naskahnya!. Bagaimana ini… dikepalaku hanya ada kata ‘gugup’. “Hei”. Suara ini mengagetkanku, aku sangat kenal suara ini. “Apa Daniel?”. “Aku tahu kau gugup, aku juga tahu sebenarnya kau tidak mau menjadi putri”. “Lalu?” “Tidak, aku hanya ingin menyemangatimu”. Tangannya bergerak menyentuh kepalaku, ini yang malah membuat aku semakin gugup. “Aku tahu itu, tapi tolong singkirkan tanganmu dari kepalaku, itu membuat aku semakin gugup” “Um, maaf”. Aneh, muka Daniel menjadi merah. “Kau gugup juga ya? Mukamu merah tuh” “Ti.. tidak” Hore! Dramanya sukses, tidak sia-sia aku menjadi putri. Tiba-tiba semua perempuan menatap sinis ke arahku, aneh. “Lara, Lara!” ada yang memaggilku, siapa ya? Oh, Sarah dan Nina. “Ada apa?”. Mereka menarikku sampai ke depan bulletin sekolah, aku melihat fotoku dengan Daniel saat sebelum pentas drama dengan tangannya yang diatas kepalaku. “Kau siapa anak culun?” suaranya asing sekali di telingaku “mengapa kau mendekatinya, jangan curang, kau sudah mendapatkan Sam dan sekarang Daniel!”. Aura kemarahan itu muncul dari kata-kata itu. “Kepala kami yang harus disentuh Daniel, bukan kau. Kau anak baru, jadi jangan dekat-dekat dengan Sam dan Daniel lagi, mengerti?!”. Sungguh seram mereka, aku tidak melakukan apa-apa tuh, tapi aku bisa lebih seram dari mereka. “Kalian iri ya?”. Sam, Daniel, Fransis dan Travis datang dan membelaku. Tiba-tiba Sam merangkulku, Daniel menyentuh kepalaku, Travis menggenggam tanganku, dan Fancis mencubit pipiku. Mukaku menjadi merah, uh. “Tentu saja kami iri! Sejak kapan Travis ikut kalian?”. Sebetulnya, Travis adalah laki-laki yang banyak digemari juga. “Sekali lagi kalian mengganggu Lara, kita tidak akan memaafkan kalian” kata Sam dengan senyum manisnya itu. “Terima kasih, kalau tak ada kalian, amarahku mungkin saja meledak”. “Kami akan siap membantumu” kata mereka. Hari ini melelahkan sekali. Aku duduk sendirian sambil meminum teh susu buatanku dan menonton televisi. Tehku sudah habis, aku kembali ke dapur dan membuat teh susu lagi. Aku jalan menuju kamarku sambil menggenggam cangkir teh susu, tapi tidak sengaja aku mendengar Travis, Sam dan Daniel berbicara. “Kalian tahu? Lara itu sangat cantik bila poninya disingkirkan. Kedua matanya yang berwarna biru itu membuat semua menjadi bahagia”. Kau terlalu berlebihan Travis. “Oh, ya. Rasanya ingin aku melihat kedua mata itu”. Itu pasti Sam. “Begitupun aku, tapi…”. Kenapa kau bilang tapi, Daniel?. “Tapi apa?” kata Travis penasaran. “Sebetulnya aku ingin sekali lebih dekat dengannya, tapi aku takut ada yang cemburu” jelas Daniel. “Fansmu ya?” tanya Sam. “Bukan, seseorang” lanjut Daniel. “Kau punya pacar?!” kata Travis kaget. “Teman dekat, ya, mungkin seperti pacar” Daniel punya pacar? Itu tak mungkin. Aku langsung melanjutkan jalan menuju kamarku dan membuka pintu. Aku taruh cangkirnya dan langsung merebahkan badanku. Daniel punya pacar? Tidak, tidak. Sejak kapan?. Air mataku hampir keluar. Aku melempar bantalku, aku ini kenapa? Masa aku suka sama Daniel?. Aku mengusap air mataku saat ada yang mengetuk pintu. “Siapa?”. “Ini aku, Travis”. “Buka pintunya dan cepat masuk”. Dia melihat bantal tergeletak di lantai kamarku. “Ada apa? Mengapa bantal ini ada di bawah?” . “Travis, Daniel punya pacar ya?”. Travis kaget karena aku mengganti topik pembicaraan. “Iya, bagaimana kau tahu?”. “Itu tidak penting, aku mau tidur! Cepat keluar!”. “Tunggu, aku mau bicara padamu”. “Keluar!”. ᴥᴥᴥ “Lara, cepat bangun dan sarapan”. Mom sudah memanggilku, serasa seperti baru 10 menit aku tidur. Semua sudah berkumpul dimeja makan, aku berjalan menuju kursi dan duduk. “Selamat pagi, putri tidur! Kau lupa makan malam karena ngantuk ya?”. Sam menyapaku. Aku memakan sarapanku dan meminum susu vanillaku. Seperti biasa, berangkat menuju sekolah selalu jalan. Biasanya aku tidak memakai Earphoneku, tapi sekarang aku memakainya. Saat aku sedang memilih lagu, lagu Taylor Swift – You Belong With Me tak sengaja terpilih. “Hei” aku tersentak kaget mendengar suara berat yang ada di belakangku. “Oh, Fransis. Ada apa?” kataku sambil melepas earphoneku. “Tidak, hanya mau menyapa saja. Tumben, mengapa tidak seperti biasanya?” “Biasanya seperti apa?” “Biasanya kau berangkat bersama Samuel dan Daniel” “Aku sengaja berangkat lebih awal” “Mengapa? Ada masalah?” muka Fransis bila disaat seperti ini memang mengagumkan. Aku mendesah keras. “Ya” “Ceritakan padaku” “Tapi… ya sudahlah. Aku dengar Daniel itu sedang dekat dengan perempuan, mungkin bisa dibilang Daniel pacaran.” Fransis tertawa kecil. “Jadi kau cemburu?” Aku menghentikan langkah, dengan otomatis Fransis pun ikut berhenti. “Mungkin aku suka padanya”. Mata Fransis yang berwarna hijau itu membesar, kaget. “Aku tidak menyangka kau suka padanya, Lara. Hey, semalam Daniel meneleponku. Yang dia bahas pertama adalah tentang pacarnya itu. Kedua tentang kau, Lara. Dia bilang kalau ponimu itu tidak menghalangi wajahmu, kau cantik sekali. Bolehku lihat?” kata Fransis tersenyum kecil. Aku membuka poni panjangku. Aku melihat mata Fransis kaget. “Kenapa? Aneh ya?” aku langsung menutupi wajahku dengan poni panjangku lagi. “Tidak sama sekali. Kau sangat cantik Lara!” katanya sambil menyentuh tangan kananku dan membuka poniku lagi-menyangkutkannya ke telingaku. “Tidak, masih lebih banyak yang cantik dari pada aku. Buktinya, Daniel menyukai perempuan lain, malah sudah berpacaran” “Fransis! Lara! Sedang apa?” suara yang memanggilku dan Fransis jelas-jelas itu Sam. Otomatis seluruh badanku mengarah kepada Sam dan ternyata ada Daniel di belakangnya. Poniku masih dikaitkan di telingaku dan tanganku.. tanganku sedang digenggam oleh Fransis. “Fransis, tolong lepaskan tanganmu” kataku berbisik dan langsung membetulkan poniku lagi. “Oh iya, jangan bilang siapa-siapa ya kalau kau melihatku tanpa poni, aku malu dan yang paling penting jangan bilang ke Sam dan Daniel tentang ini, oke?.”. “Apapun kulakukan untukmu, Lara” balasnya sambil tersenyum lebar. “Kalian tidak sadar? Sedari tadi kita menunggu sapaan balik kalian. Sombong sekali” Sam melingkarkan tangannya. “Oh iya lupa, hai juga Sam dan Daniel” sapa Fransis. “Ayolah cepat, nanti kita terlambat masuk” kataku. ᴥᴥᴥ Daniel dan aku sedang merencanakan pesta ulang tahun Mom di kelas. “Mom suka kue rasa apa?” kataku. “Hm… mungkin tiramisu atau mung… sebentar ya, ada telepon”. Ih… urusan penting malah diganggu, yang melepon siapa ya? Ah, mungkin pacarnya. “Oh, ternyata kau… kenapa menelepon?… hm… oke… dah, sampai nanti…” Daniel mematikan teleponnya, aku menatapnya lurus. “Hm, pacarmu ya?” “Tidak, bukan” “Ayolah, kasih tahu aku. Aku tahu, kau tidak bisa berbohong padaku” “Iya” “Namanya?” “Lana” Badanku terdiam. Tunggu… Lana katanya? Dunia serasa tidak bergerak. Lana itukan… ᴥᴥᴥ “Lana! Tunggu aku!” “Ayolah, cepat Lara! Aku sudah tidak sabar menginjakkan kakiku di sekolah yang ada diseberang jalan!” Namanya Lana, dia saudara kembarku. Dari kecil, aku selalu bersamanya, tapi sekarang, kita terpisah karena ia… Ditabrak oleh mobil… Kata Ibuku-setelah 1 minggu-, “Lara, Lana tidak sadarkan diri dan Ibu tidak tahu kapan ia sadar. Dari pada kau melihatnya sekarat disini, lebih baik Ibu mengantarmu dan adikmu, Travis, ke rumah kerabat Ibu. Karena Ibu ingin kalian baik-baik saja”. Aku hanya bisa mengangguk karena, aku sangat kaget. Ia tertabrak tepat di depanku… “Lana! Tunggu aku!” “Ayolah, cepat Lara! Aku sudah tidak sabar menginjakkan kakiku di sekolah yang ada diseberang jalan!” Ia menyebrang. Lari dan tidak melihat kanan dan kiri. Dan saat itu pula mobil yang berjalan cepat membunyikan suara klakson. “LANA!!! AWAS ADA MOBIL!!” Ya, mungkin teriakanku tidak bisa didengar oleh Lana karena banyak sekali kendaraan yang berlalu-lalang. Aku menutup mukaku dengan kedua tanganku. Ketika aku membukanya, disana, tepat ditengah jalan, seorang anak berumur 15 tahun tergeletak tepat di depanku. Aku lari menuju kearahnya. Darah yang keluar dari hampir seluruh badannya bercucuran. “SIAPA SAJA TOLONG! TOLONG DIA!”aku berteriak dan sekaligus menangis. Mengapa ini bisa terjadi Tuhan? Tolong sadarkan dia. Dia yang semangat untuk masuk sekolah barunya itu. Dia yang selalu melindungiku. Dia yang menjadi penasehat hidupku. Dan dia yang menjadi kakak terbaikku. Ini memang berat, dipaksa berpisah dengan Lana. Asal Lana bisa bangun kembali, aku akan melakukan apa saja demi dia. “Lara, Travis. Kalian akan tinggal bersama karabat Ibu, nanti disana kalian akan mempunyai teman yang bernama Calvin. Baik-baik disana ya” kata Ibu tersenyum. “Iya, Bu”Travis membalasnya. Aku hanya mengangguk. Aku merasakan firasat buruk. Dan ternyata itu benar. Sebuah truk hilang kendali dan menabrak mobil yang dikendalikan oleh Ayahku. Aku merasa dunia ini hancur setelah kehilangan kedua orang tuaku dan saudara kembarku. Sebuah keluarga yang mengalami kecelakaan serius. Aku membuka kedua mataku dan terlihat di sampingku ada anak laki-laki yang sedang tertidur. Aku bangun dari tidur panjang ini. “Travis… Travis…” aku memanggilnya dengan suara serakku. Ia tidak terbangun, nyenyak sekali tidurnya. Dokter dan suster datang, memeriksaku. “Kau Lara kan? Saya mohon maaf orang tua anda tidak bisa diselamatkan karena lukanya terlalu parah. Dan disebelah anda itu adik anda ya? Dia baik-baik saja. Tadi dia sudah terbangun dan ia menanyakan anda. Saya menyuruh dia tidur, keadaannya masih belum bisa pulih” Air mataku menetes setelah mendengar kedua orang tuaku meninggal. Hidupku… hancur. Aku tak tahu tinggal dimana. Ah, dunia ini memang kejam, tidak adil. “namaku Gareth Hernandez. Kau boleh tinggal di rumahku kalau kau mau. Aku bisa menjadi ayahmu” tanya dokter itu. Aku terserah tinggal bersama siapapun. Yang penting aku mempunyai tempat tinggal, tempat untuk hidup. “tenang saja, aku tidak keberatan” dokter itu tersenyum. “dengan senang hati, dok” balasku tersenyum. ᴥᴥᴥ Aku tidak tahu apa yang kurasakan saat ini. Aku hanya ingin bertemu Lana. Aku tidak peduli kalau Daniel dekat dengannya. Yang aku pikirkan sekarang hanya Lana. Ia masih hidup. Masih hidup. “Daniel?” kataku. “ya?” “aku ingin bertemu Lana” “lho? Kenapa tiba-tiba?”. Aku tidak sadar bila air mataku mengalir di depan Daniel. “Lara, kau menangis? Kenapa?!” katanya panic. “cepat temukan aku dengannya” aku mengusap air mataku. Aku tidak sabar untuk bertemu Lana. Hari ini bertemu dengannya. Hari ini.. “Lara, Travis, kenalkan, ini Lana. Dan Lana, ini…”. “tak perlu kau kasih tahu Daniel” Lana menangis, sama sepertiku. Kami berpelukan, sudah berapa lama kami tidak bertemu. “aku kangen kamu, Lana” kataku berbisik. “memangnya kau saja?”. Lana juga berpelukan dengan Travis, dan mereka menangis juga. “lho? Kalian sudah saling kenal?. Dan kenapa muka kalian sama?” Daniel bingung. “mereka bersaudara. Lebih tepatnya lagi, saudara kembar” kata Travis menjelaskan. Aku senang hari ini bisa bertemu dengannya walaupun hanya beberapa jam saja. Ia harus kembali ke kota asalnya. “Daniel” panggilku. “ada apa, Lara?”. “terima kasih” aku tersenyum. Ia pun membalas senyumku “sama-sama”. “Daniel” panggilku lagi. “apa lagi Lara?” katanya sedikit kesal. “hari ini ulang tahun Mom”. “ya ampun! Kenapa aku lupa?!?! Ayo kita pulang!”. Ia menarik tanganku. Oh.. dia menggenggam tanganku dan Travis menyusul di belakang Hari ini memang hari yang paling bahagia untukku. Bisa bertemu saudara kembarku, merayakan ulang tahun Mom. Mungkin ini bisa mengembalikan kebahagiaanku seperti dulu. to be continued

Tidak ada komentar: